Hidup itu adalah teka-teki yang nggak terbatas, dan gue adalah bagian yang nggak tahu bentuknya sendiri.

Gue nggak bisa ngehitung jumlah sisi gue sendiri. Gue nggak bisa ngeliat apakah mereka bulat atau tajam. Gue nggak tahu apakah ujung gue penuh dengan lubang atau menonjol.

Gue bertanya-tanya apa teka-teki itu dan di mana tempat gue berada di dalamnya. Gue lapar akan jawaban, jadi gue pergi ke ruang puzzle yang luas.

Gue menemukan diri gue melalui potongan-potongan lain — itu adalah satu-satunya cara gue tahu caranya. Gue nempatin tepi gue di tepi mereka buat ngeliat apakah ada kecocokan. Terkadang kami terhubung dan terkadang nggak, tapi gue selalu belajar sesuatu tentang bentuk diri gue.

Gue ngeliat gambar-gambar yang diletakkan di bagian yang nggak terhubung, dan gue pikir gambar gue pasti berbeda. Gue ngelihat gambar orang-orang yang terhubung dengan gue, dan gue pikir gambar gue mungkin serupa.


Gue masih ingat koneksi pertama gue yang sebenarnya. Sisi gue saling berhubungan dengan sempurna, dan gambar-gambar kami berbaris membentuk satu yang lebih indah. Gue ngerasa kayak milik gue.

Selama berhari-hari, kami ngagumin gambar masing-masing dan berdebat tentang apa teka-teki itu. Tapi karena lebih banyak potongan yang terhubung di sekitar kami, gue ngerasain ujung-ujungnya mendorong milik gue.


Gambar-gambar mereka menyatu dengan indah di sekitar gue, dan gue mulai ngerasa bahwa gue mungkin berada di tempat yang salah. Gue berharap bisa ngatain kalo gue ndengerin perasaan itu dan pergi, tetapi gue tetep stay. Kenyamanan dan keamanan mencegah gue ninggalin dan nemuin tempat di mana gue seharusnya berada.

Alih-alih menjadi diri sendiri dan menemukan tempat gue di teka-teki, gue menjadi bagian yang gue nggak berada di tempat yang bukan milik gue. Ketika potongan-potongan yang salah berkumpul di sekitar gue, gue maksain diri gue ke ruang di antara mereka.

Sisi-sisi gue mulai membungkuk dan melengkung. Gue menjadi sesuatu yang bukan gue. Tepi potongan lain berubah bentuk di sekitar gue juga. Sepotong demi sepotong terus berkumpul dan tekanan muncul di dalam diri gue.

Gue mulai lemas. Sepotong lain datang, dan satu lagi, dan satu lagi, dan gambar mereka indah dan benar, dan aku bohong di tengahnya. Kekuatan dari seribu keping mendorong gue, dan ketika gue pikir gue mungkin akan patah jadi dua, gue  muncul keluar dari tempatnya.

Gue berdiri sendirian — malu, bengkok, patah. Gue adalah bayangan dari diri gue yang sebelumnya. Semua orang bisa ngelihat kebohongan yang telah gue jalani di tepi cacat gue.

Menyedihkan.

Gue melihat kembali ke tempat gue pernah singgah ke disitu dan melihat kalo potongan-potongan lainnya lega bahwa gue udah pergi. Tepi mereka yang cacat mulai pulih. Dan segera, bagian yang tepat akan muncul untuk ngisi tempat yang pernah gue tempatin.

Dan gue bertanya-tanya berapa lama aku menahannya untuk menemukan *tempatnya*.

Gue perlu sendirian, jadi gue pergi. Gue harap gue ndengerin perasaan yang gue miliki sebelumnya, tapi gue tetep stay. Gue merasa lebih sulit buat ninggalin situasi yang baik daripada yang buruk. Bahkan ketika gue ngerasa ada sesuatu yang salah, gue berkata ke diri gue sendiri bahwa mungkin *gue* salah.

Gue tinggal lebih lama dari yang seharusnya. Gue ngebuang-buang waktu dan ngebiarin sisi gue melengkung. Tetapi sisi tubuh gue berubah sangat lambat sehingga ketika segalanya akhirnya berubah dari baik jadi buruk, gue nggak tahu musti ngelakuin apa.

Gue nggak ngerti lagi apakah gue masalahnya atau apakah itu bagian lain. Gue nggak tahu apakah gue akhirnya cocok atau apakah gue terlalu bingung untuk tahu bahwa gue nggak cocok.

Ketika gue berjalan sendirian, gue ngerasain ujung gue mulai sembuh. Gue menjadi diri gue lagi. Jika berada di sekitar bagian yang salah bikin gue bengkok, mungkin kesendirian memiliki kemampuan untuk membawa gue kembali.

Hanya tanpa tekanan dari orang lain, ujung-ujungku mampu mengasumsikan bentuk alami mereka. Dan itu lucu, sendirian adalah hal yang paling hue takutin — itu sebabnya gue berpegang teguh pada tempat gue. Tapi gue ngerasa kurang sendirian sekarang daripada gue ada di bagian yang salah.

Sekali lagi, gue ngadepin ruang puzzle yang luas. Gue nggak tahu apakah gue bakal nemuin tempat gue, tetapi gue pengin ngecoba. Di suatu tempat di luar sana, potongan yang tepat menunggu kedatangan gue.